Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Bandung menjadi sorotan publik setelah mengumumkan pembatalan kelulusan dan penarikan ijazah sebanyak 233 alumni yang menempuh pendidikan pada periode 2018–2023. Keputusan ini diambil berdasarkan temuan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) terkait dugaan malaadministrasi dalam tata kelola akademik kampus.
Surat Keputusan pembatalan kelulusan tersebut ditandatangani oleh Ketua STIKOM Bandung, Dedy Djamaluddin Malik, pada 17 Desember 2024. Kebijakan ini didasarkan pada hasil evaluasi Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Dikti, yang menemukan sejumlah kejanggalan administratif.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), Togar M. Simatupang, ada dua isu utama yang melatarbelakangi pembatalan kelulusan ini:
- Ketidaksesuaian Satuan Kredit Semester (SKS): Standar kelulusan yang ditetapkan oleh Kemendikti mensyaratkan mahasiswa menyelesaikan minimal 144 SKS. Namun, ditemukan bahwa beberapa mahasiswa hanya menyelesaikan 139 SKS, sehingga tidak memenuhi persyaratan akademik.
- Ketiadaan Penomoran Ijazah Nasional (PIN): PIN adalah standar resmi yang dikeluarkan Kementerian untuk menjamin keabsahan ijazah. Tidak adanya PIN pada ijazah alumni STIKOM Bandung menimbulkan keraguan terhadap keabsahan dokumen tersebut.
Selain itu, STIKOM Bandung juga belum melaksanakan uji plagiasi pada karya ilmiah mahasiswa, seperti skripsi. Kemendikbudristek menetapkan batas maksimal plagiasi sebesar 40%, namun STIKOM belum menerapkan prosedur ini, sehingga sidang skripsi dianggap tidak valid.
Keputusan ini memberikan dampak besar bagi alumni yang ijazahnya ditarik. Banyak dari mereka yang telah bekerja dan menggunakan ijazah tersebut untuk karier profesional mereka. Kini, mereka dihadapkan pada ketidakpastian status pendidikan mereka. Beberapa alumni menolak untuk melaksanakan kebijakan kuliah ulang yang disarankan oleh pihak kampus guna melengkapi kekurangan SKS.
“Kami merasa dirugikan. Kelalaian administrasi adalah tanggung jawab kampus, bukan mahasiswa,” ujar salah satu alumni yang enggan disebutkan namanya.
Kemendikti Saintek menyatakan bahwa kasus ini telah melalui pemeriksaan intensif sejak Februari 2023. “Kami telah memberikan pembinaan kepada STIKOM Bandung untuk memperbaiki tata kelola akademiknya. Namun, pelanggaran standar kelulusan tidak bisa dibiarkan,” kata Togar.
Kemendikti juga menegaskan bahwa perguruan tinggi wajib mematuhi Standar Nasional Pendidikan Tinggi, termasuk pencapaian pembelajaran, jumlah SKS, dan validasi ijazah melalui PIN.