Pergerakan saham PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) menjadi sorotan setelah mencatatkan kenaikan signifikan pada perdagangan perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham perusahaan properti ini mengalami lonjakan hingga 25% setelah melangsungkan penawaran umum perdana (IPO) pada Selasa, 14 Januari 2025. Dalam konteks ini, investor mulai mempertimbangkan, apakah saat ini adalah waktu yang tepat untuk membeli atau menjual saham CBDK?
BACA JUGA Saham CBDK Melonjak Tajam, Jadi Saham Teraktif di Bursa, Transaksi Sentuh Rp 1,60 Triliun!
Lonjakan Harga Saham dan Kesuksesan IPO
CBDK menetapkan harga IPO di angka Rp 4.060 per saham, dan pada hari pertama perdagangan, harga sahamnya langsung meroket 25% menjadi Rp 5.075 per saham. Dalam aksi korporasi ini, CBDK melepas sebanyak 566.894.500 saham biasa atas nama, atau setara dengan 10% dari total modal yang ditempatkan dan disetor penuh. Total dana yang berhasil dihimpun dari IPO ini mencapai Rp 2,3 triliun.
Kesuksesan IPO CBDK juga tercermin dari tingginya minat investor, dengan mencatatkan oversubscription hingga 344,28 kali. Terdapat sekitar 168.874 investor yang ikut berpartisipasi dalam penawaran saham ini. Presiden Direktur CBDK, Steven Kusumo, menjelaskan bahwa dana yang diperoleh dari IPO akan digunakan untuk menyokong anak usaha mereka, PT Industri Pameran Nusantara (IPN).
BACA JUGA CBDK Optimistis Jadi Penggerak Ekonomi Lewat Proyek Strategis di PIK 2
Proyek Strategis Nusantara International Convention and Exhibition (NICE)
Dana hasil IPO akan difokuskan pada pengembangan Nusantara International Convention and Exhibition (NICE), sebuah proyek ambisius di bawah naungan IPN. NICE dirancang menjadi salah satu pusat konvensi dan pameran terbesar di Indonesia, dengan luas area mencapai 19 hektare dan tambahan fasilitas konvensi sebesar 120.000 meter persegi.
“NICE akan menjadi elemen strategis yang melengkapi ekosistem CBD PIK 2. Proyek ini juga diharapkan menghasilkan pendapatan berulang pertama bagi CBDK dan mulai beroperasi secara parsial pada September 2025,” ungkap Steven Kusumo.
BACA JUGA Saham CBDK Resmi Melantai di BEI! Oversubscribed 344 Kali, Apa Rencana Besarnya?
Pembangunan NICE di kawasan premium ini diproyeksikan mampu memperkuat posisi CBDK di sektor properti dan pariwisata, terutama dalam mendukung industri MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) yang terus berkembang pasca-pandemi.
Valuasi Saham dan Tantangan Sektor Properti
Menurut Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina, kenaikan harga saham pada hari perdana perdagangan merupakan fenomena umum pada IPO. Namun, ia mengingatkan bahwa prospek jangka panjang perlu dievaluasi lebih dalam, terutama mengingat tantangan di sektor properti. Era suku bunga tinggi dan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) berpotensi melemahkan permintaan konsumen.
BACA JUGA Saham CBDK Melejit 25% di Hari Perdana, Apa Artinya Bagi Investor? Simak Prediksinya!
Terlepas dari tantangan tersebut, Martha menyoroti bahwa valuasi saham CBDK lebih menarik dibandingkan dengan induknya, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). Price to Earning Ratio (PER) CBDK tercatat sebesar 34,99 kali, jauh lebih rendah dibandingkan PER PANI yang mencapai 432,63 kali. Selain itu, land bank CBDK berada di kawasan premium yang menyasar pasar menengah ke atas, memberikan keunggulan kompetitif dibandingkan emiten properti lainnya.
Potensi Pertumbuhan dan Risiko Investasi
Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, menilai bahwa fokus CBDK pada pengembangan kawasan MICE memberikan peluang besar untuk pertumbuhan. Dengan pemulihan sektor properti dan pariwisata pasca-pandemi, proyek-proyek strategis seperti NICE memiliki daya tarik tersendiri bagi investor.
Namun, Hendra juga mencatat bahwa saham CBDK sudah diperdagangkan dengan valuasi premium. PER trailing twelve months (TTM) berada pada kisaran 22,5x hingga 30,5x, sementara Price to Book Value (PBV) annualized mencapai 7,4x hingga 10,0x. Hal ini menunjukkan adanya risiko koreksi harga yang perlu diantisipasi investor.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, juga menggarisbawahi pentingnya kewaspadaan terhadap risiko perlambatan sektor properti akibat kebijakan fiskal dan moneter. Ia menyarankan agar investor menerapkan pendekatan wait and see terhadap saham-saham yang baru melantai di bursa, mengingat volatilitasnya yang masih sangat tinggi dalam beberapa pekan pertama setelah IPO.