Berbekal pengalaman mitigasi bencana dari berbagai negara di belahan dunia, terutama Jepang dan Indonesia, Guru Besar Kyoto University Jepang Prof. Nishi Yoshimi ajarkan mahasiswa program studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang (HI UMM).
Kuliah ini merupakan bagian dari Eurasia Lecture Series hasil kerja sama antara HI UMM dengan Eurasia Foundation.
Melalui materinya, Nishi memaparkan sebuah pelajaran dari peristiwa gempa Kobe pada 1995. Yaitu seputar siapa saja yang bisa menolong ketika terjadi sebuah bencana. Persentase paling besar berada di unit self help yang bermula dari diri sendiri, kemudian keluarga, lalu tetangga.
“Jangan bergantung kepada korban lain dan aparatus, karena persentase ditolong akan sangat kecil,” ujar Nishi.
Dalam mitigasi bencana pun tidak hanya mempertimbangkan perbedaan kelembagaan. Namun, juga mempertimbangkan perbedaan kebudayaan. Dengan kondisi etnis maupun geografis Indonesia yang berbeda dari wilayah satu dengan wilayah lainnya, maka peran individu-individu yang dapat menjembatani perbedaan tersebut sangatlah diperlukan.
“Indonesia memiliki keunggulan berupa masyarakat yang tidak segan dalam menerima dan membantu orang lain yang berbeda budaya,” pungkas Nishi.
Adanya kelas ini diharapkan dapat menjadi momentum transfer gagasan dari Jepang menuju Indonesia di bidang mitigasi bencana di era globalisasi saat ini.
Dengan melihat potensi bencana yang hampir serupa antara Indonesia dan Jepang, maka gagasan-gagasan tersebut tentu saja kompatibel dengan kondisi Indonesia. (*)
BACA JUGA : gempa besar guncang Jepang