Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, turut menyoroti persoalan serius yang melanda Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung. Ratusan ijazah lulusan periode 2018–2024 ditarik karena adanya kesalahan prosedur pembelajaran. Sebanyak 233 ijazah dinyatakan tidak sah, dan para mahasiswa diwajibkan mengikuti perkuliahan ulang untuk mendapatkan ijazah yang valid.
Bey mengungkapkan keprihatinannya atas kejadian ini dan mengimbau agar mahasiswa lebih berhati-hati dalam memilih kampus. Ia menekankan pentingnya memeriksa akreditasi serta mekanisme pembelajaran sebelum memutuskan untuk kuliah di suatu institusi.
BACA JUGA Terungkap! Profil STIKOM Bandung: Kampus Ilmu Komunikasi yang Kini Jadi Sorotan Publik
“Kami berharap mahasiswa betul-betul meneliti kampus yang dipilih. Jangan sampai seperti ini, di mana ijazah harus ditarik dan mahasiswa harus ujian ulang. Ini menjadi pelajaran bagi semua pihak,” ujar Bey, Jumat (17/1/2025).
Ia juga mengingatkan agar mahasiswa tidak terjebak pada sistem pembelajaran yang tidak wajar. “Kalau hanya kuliah dua kali dalam satu semester tapi dapat nilai, itu jelas aneh. Kita harus jujur pada diri sendiri dan memastikan proses perkuliahan berjalan teratur,” tambahnya.
Meski demikian, Bey menegaskan bahwa pemerintah akan memastikan mahasiswa tidak dirugikan. Ia telah menginstruksikan Dinas Pendidikan (Disdik) untuk segera berkoordinasi dengan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) guna mencari solusi terbaik.
BACA JUGA 233 Eks Mahasiswa STIKOM Bandung Batal Lulus : Dugaan Malaadministrasi Mengemuka
“Nantinya mahasiswa jangan sampai dirugikan. Kami akan berkomunikasi dengan Kopertis dan pihak terkait lainnya. Langkah ini untuk memastikan persoalan ini selesai tanpa ada pihak yang dirugikan,” tandas Bey.
Kesalahan Fatal di Dunia Pendidikan
Kasus ini menjadi sorotan tajam publik, mengingat pendidikan merupakan investasi masa depan. Kesalahan prosedur seperti yang terjadi di Stikom Bandung tidak hanya merugikan mahasiswa, tetapi juga mencoreng reputasi institusi pendidikan itu sendiri.
Bagi mahasiswa, ini menjadi pengingat penting untuk lebih kritis dalam memilih kampus. Akreditasi, kualitas pengajaran, dan kredibilitas institusi harus menjadi pertimbangan utama. Jangan sampai tergiur oleh janji-janji kelulusan cepat atau sistem perkuliahan yang tidak transparan.
Sementara itu, pemerintah dan pihak terkait diharapkan dapat mengambil langkah tegas agar kasus serupa tidak terulang. Transparansi dan pengawasan ketat terhadap institusi pendidikan swasta harus diperkuat untuk melindungi hak mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa.