Rakhine, Myanmar – Kekejaman tentara Myanmar terhadap penduduk di Negara Bagian Rakhine kembali mencuat ke permukaan setelah laporan terbaru mengungkapkan serangan brutal yang menewaskan lebih dari 50 orang di desa Byai Phyu. Kekejaman ini menjadi salah satu insiden terburuk dalam konflik yang telah berlangsung lama di wilayah tersebut.
Pembantaian di Byai Phyu
Penduduk desa Byai Phyu menyaksikan teror yang mengerikan selama dua setengah hari saat tentara Myanmar menggeledah desa mereka. Para saksi mata melaporkan bahwa tentara memukuli, menyiksa, dan bahkan menyiram bensin panas ke kulit mereka. Beberapa korban dipaksa untuk minum air seni tentara. Dalih yang digunakan tentara adalah mencari pendukung Tentara Arakan (AA), kelompok militan etnis yang efektif dalam pertempuran melawan junta militer Myanmar.
Menurut laporan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), lima puluh satu orang yang berusia antara 15 dan 70 tahun “disiksa dengan kejam dan dibunuh”. Sementara itu, AA memperkirakan jumlah korban tewas lebih dari 70 orang. Kekejaman ini telah dibantah oleh junta Myanmar, yang menyatakan bahwa operasi mereka bertujuan menjaga “perdamaian dan keamanan” di wilayah tersebut.
Salah satu saksi mata, seorang wanita yang namanya disamarkan demi keamanan, menyatakan kepada BBC, “Mereka bertanya kepada orang-orang itu apakah AA ada di desa ini. Apa pun jawaban yang mereka berikan, baik mereka mengatakan AA ada di sana atau tidak, atau mereka tidak tahu, tentara tetap menyerang mereka.”
Wanita ini juga menambahkan, “Saya melihat dengan mata kepala sendiri suami saya dibawa pergi dengan kendaraan militer. Anak laki-laki saya dipisahkan dari kami berdua, dan saya tidak tahu di mana dia berada. Sekarang saya tidak tahu apakah anak laki-laki dan suami saya masih hidup atau sudah meninggal.”
Kejadian di Byai Phyu menambah penderitaan panjang yang dialami oleh komunitas Rohingya, yang telah menjadi korban diskriminasi dan kekerasan selama bertahun-tahun. Sejak operasi militer brutal pada tahun 2017, lebih dari 700.000 Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, sementara ribuan lainnya tewas. Mereka yang selamat kini hidup di kamp-kamp pengungsi yang kumuh di Myanmar dan Bangladesh.
Kondisi di kamp pengungsi sangat memprihatinkan dengan kekurangan makanan, air bersih, dan tempat tinggal yang layak. Wabah penyakit dan kekurangan gizi terus menjadi masalah serius yang dihadapi oleh para pengungsi.
Tanggapan Internasional
Komunitas internasional telah mengutuk kekejaman yang dilakukan oleh tentara Myanmar dan menyerukan agar pihak yang bertanggung jawab diadili. PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan terus memberikan bantuan kepada para pengungsi Rohingya. Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) juga sedang mempertimbangkan penyelidikan terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap Rohingya.
Perkembangan terbaru menunjukkan adanya pengakuan dari dua tentara Myanmar yang membelot. Mereka mengakui keterlibatan dalam pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran rumah di Rakhine. Pengakuan ini memberikan bukti baru yang dapat memperkuat kasus di ICC dan membantu membawa para pelaku ke pengadilan.
Meski begitu, situasi di Rakhine tetap rapuh. NUG dan AA berkomitmen untuk membawa para pelaku kekejaman ini ke pengadilan. Sementara itu, komunitas internasional terus menyerukan upaya yang lebih besar untuk membantu para pengungsi dan memastikan keadilan bagi korban.
Krisis kemanusiaan yang dialami oleh Rohingya merupakan salah satu yang terburuk di dunia saat ini. Dukungan dan perhatian internasional sangat dibutuhkan untuk mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan dan memastikan bahwa para pengungsi mendapatkan hak-hak mereka kembali.