Pasuruan – Kota Pasuruan, yang sering dilanda banjir, kembali menjadi sorotan setelah Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur melakukan kunjungan kerja ke BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kota Pasuruan pada Selasa (14/1/2025). Kunjungan ini bertujuan untuk menggali lebih dalam penyebab banjir yang terus menerjang kota tersebut, serta mencari solusi jangka panjang agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Kunjungan tersebut diterima dengan hangat oleh Asisten 1 Pemerintah Kota Pasuruan, Yanuar, dan Kepala BPBD Kota Pasuruan, yang turut hadir dalam pertemuan ini.
Dalam kesempatan tersebut, Yanuar menjelaskan bahwa salah satu faktor utama penyebab banjir di Kota Pasuruan adalah tiga sungai besar yang melintas di kota ini, yaitu Sungai Welang, Gembong, dan Petung. Menurut Yanuar, banjir yang sering terjadi di daerah ini tidak hanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, tetapi juga karena adanya aliran air kiriman dari daerah hulu yang terletak di sekitar Gunung Bromo dan Gunung Arjuno. “Banjir yang terjadi di Kota Pasuruan ini merupakan banjir kiriman dari daerah hulu, yang berasal dari Gunung Bromo dan Gunung Arjuno,” ujar Yanuar dalam sambutannya.
Sementara itu, Puguh Wiji Pamungkas, anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, menyampaikan pandangannya terkait masalah banjir yang terus menerjang Pasuruan. Menurutnya, masalah banjir di Jawa Timur, termasuk di Pasuruan, tidak bisa dilepaskan dari kondisi sungai yang semakin terhambat fungsinya akibat pendangkalan. “Fenomena banjir yang sering terjadi di Jawa Timur, termasuk di Kota Pasuruan, tidak bisa terlepas dari fungsi sungai yang semakin berkurang akibat pendangkalan yang disebabkan oleh sedimen lumpur yang terbawa dari hulu,” kata Puguh.
Normalisasi Sungai Jadi Solusi Utama
Puguh mengungkapkan bahwa salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah banjir adalah normalisasi sungai. Normalisasi sungai, menurutnya, bertujuan untuk mengembalikan daya tampung sungai yang semakin menyempit akibat pendangkalan. “Saya pikir perlu dilakukan normalisasi sungai agar daya tampungnya kembali normal. Pendangkalan yang disebabkan oleh banyaknya sedimen lumpur yang terbawa saat banjir menjadi salah satu penyebab berkurangnya fungsi sungai,” jelas Puguh.
Pendangkalan sungai yang terjadi di Pasuruan telah mengurangi kapasitas sungai dalam menampung air hujan. Seiring waktu, banyak sungai yang dulunya memiliki kedalaman cukup untuk menampung air kini menjadi dangkal, sehingga saat hujan deras, air meluap dan menggenangi pemukiman warga. Puguh menambahkan bahwa normalisasi sungai dengan cara pengerukan sedimen lumpur harus dilakukan secara berkala agar sungai tetap memiliki kapasitas yang cukup untuk menampung air.
Pentingnya Kesadaran Masyarakat
Selain normalisasi sungai, Puguh juga menekankan pentingnya kesadaran masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai. Masyarakat diminta untuk tidak membuang sampah sembarangan ke sungai, karena sampah yang menumpuk di sungai dapat memperburuk kondisi aliran air dan mempercepat proses pendangkalan. “Upaya mitigasi dengan membangun kesadaran kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang aliran sungai sangat penting. Sampah yang menumpuk di sungai turut memperparah derajat kerawanan banjir di Kota Pasuruan,” tambah Puguh.
Kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai dan tidak membuang sampah sembarangan menjadi bagian penting dari upaya mitigasi bencana. Selain itu, perlu adanya edukasi kepada masyarakat mengenai dampak buruk dari perilaku membuang sampah ke sungai, yang dapat memperburuk kondisi lingkungan dan meningkatkan risiko banjir.
Kolaborasi Pemerintah untuk Penanggulangan Banjir
Puguh juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat untuk menangani masalah banjir di Kota Pasuruan. Menurutnya, masalah banjir tidak hanya terjadi di wilayah Kota Pasuruan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi di daerah hulu, yang terletak di luar Kota Pasuruan. Oleh karena itu, kerja sama yang intensif antara berbagai pihak sangat diperlukan untuk mencari solusi yang komprehensif. “Perhatian yang serius terhadap mitigasi bencana, terutama banjir di Kota Pasuruan, harus menjadi prioritas. Kolaborasi intensif antara Pemerintah Kota, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Pusat sangat penting, karena penyebab banjir tidak hanya ada di Kota Pasuruan, tetapi juga berasal dari daerah hulu di luar Kota Pasuruan,” jelas Puguh.
Pemerintah Kota Pasuruan juga menyadari pentingnya langkah-langkah konkret dalam menangani banjir. Kepala BPBD Kota Pasuruan mengungkapkan bahwa sungai yang dulunya memiliki kedalaman 6 meter kini hanya tersisa kurang dari 1 meter akibat pendangkalan. Hal ini semakin memperburuk potensi terjadinya banjir. Oleh karena itu, normalisasi sungai menjadi langkah yang sangat mendesak dan perlu dilakukan segera.
Pemerintah Harus Tanggap
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan dukungan penuh terhadap upaya normalisasi sungai di Pasuruan. Selain itu, dukungan dalam hal anggaran dan sumber daya untuk pengerukan sedimen juga menjadi hal yang sangat penting. Tanpa dukungan yang memadai, upaya normalisasi sungai tidak akan maksimal dan masalah banjir di Kota Pasuruan akan terus berlanjut.
#BanjirPasuruan #NormalisasiSungai #DPRDJatim #MitigasiBencana #PendangkalanSungai #BPBDPasuruan #KesadaranMasyarakat #SedimenLumpur