WartaJakarta, 11 Juli 2023 – Rencana pertemuan komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) se-ASEAN di Jakarta pada tanggal 17-21 Juli 2023 telah menciptakan kontroversi yang cukup besar.
Acara ini diselenggarakan oleh ASEAN SOGIE Caucus, sebuah organisasi yang beroperasi di bawah naungan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 2021, bekerja sama dengan Arus Pelangi dan Forum Asia.
Melalui akun Instagram @aseansogiecaucus, ASEAN SOGIE Caucus mengundang aktivis queer dari Malaysia, Thailand, Laos, Singapura, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk bergabung dalam ASEAN Queer Advocacy Week (AAW) bulan Juli ini.
Tujuan acara ini adalah memperkuat jaringan dan advokasi LGBT di Asia Tenggara.
”Apakah kalian aktivis queer yang berbasis di Malaysia, Thailand, Laos, Singapura, dan negara lain di Asia Tenggara? Mari bergabung bersama kami dalam ASEAN Queer Advocacy Week (AAW) Juli ini,” kata ASEAN SOGIE Caucus dalam pengumuman di Instagram, @aseansogiecaucus .
Meskipun lokasi persis acara ini masih belum diumumkan, informasi mengenai kegiatan yang akan dilakukan selama lima hari telah diberikan.
ASEAN Queer Advocacy Week (AAW) diharapkan dapat menjadi wadah bagi aktivis LGBT di wilayah ini untuk menemukan regionalisme alternatif yang memperkuat mereka.
Kehadiran komunitas LGBT se-ASEAN dan partisipasi para aktivis LGBT dari seluruh Asia Tenggara dalam acara ini menunjukkan pentingnya isu ini dalam ranah sosial dan politik.
Diharapkan pertemuan ini dapat menjadi wadah bagi para aktivis untuk berbagi pengalaman, strategi, dan dukungan dalam perjuangan mereka menuju kesetaraan dan pengakuan hak-hak LGBT di wilayah ASEAN.
Kegiatan ini akan memicu diskusi yang luas tentang hak-hak LGBT, keberagaman, dan penerimaan di Asia Tenggara.
Meski kontroversial, pertemuan ini dapat menjadi tonggak penting dalam upaya mempromosikan kesetaraan dan mengatasi diskriminasi terhadap komunitas LGBT di kawasan ini.
Salah satu tokoh yang memberikan penolakan secara tegas terhadap rencana pertemuan ini adalah Dr. Hilmy Muhammad, M.A., anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Dr. Hilmy menyatakan penolakan terhadap izin dan akses penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Dr. Hilmy juga menambahkan bahwa organisasi yang berada di bawah naungan PBB seharusnya memahami prinsip demokrasi, yang tidak memaksa jika terjadi penolakan.
Menurutnya, jika masyarakat Indonesia menolak, ASEAN SOGIE Caucus sebagai bagian dari PBB harus menghargai prinsip ini karena berkaitan dengan kedaulatan bangsa dan potensi melukai perasaan masyarakat.
Namun, ia menekankan bahwa penolakan tersebut bukanlah bentuk diskriminasi atau antidemokrasi. Hal ini hanya merupakan prinsip yang membatasi apa dan siapa saja yang dapat memasuki wilayah Indonesia.
Reaksi protes terhadap pertemuan komunitas LGBT ini menyoroti perbedaan pendapat yang ada dalam masyarakat Indonesia mengenai isu LGBT.
Meskipun ada yang mendukung upaya advokasi LGBT, terdapat juga mereka yang mempertahankan nilai-nilai tradisional dan kepercayaan agama yang menentang orientasi seksual yang berbeda.
Kontroversi ini juga mencerminkan pentingnya diskusi yang terbuka dan mendalam tentang hak-hak LGBT, keberagaman, dan penerimaan di Indonesia.
Perdebatan ini harus dilakukan dengan rasa hormat terhadap semua pihak dan dengan tujuan mempromosikan pengertian dan toleransi di tengah perbedaan.
Kegiatan ini akan memicu diskusi yang luas tentang hak-hak LGBT, keberagaman, dan penerimaan di Asia Tenggara.
Meski kontroversial, pertemuan ini dapat menjadi tonggak penting dalam upaya mempromosikan kesetaraan dan mengatasi diskriminasi terhadap komunitas LGBT di kawasan ini.