Sócrates: Antara Lapangan Hijau dan Intelektualitas Luar Biasa

Sócrates
Sócrates Brasileiro Sampaio de Souza Vieira de Oliveira, atau yang lebih dikenal Sócrates.

WARTAJATIM.co.id, 8 Austus 2023 – Socrates, selain dikenal sebagai nama seorang filsuf terkemuka dari Yunani kuno, juga merupakan nama yang memiliki makna mendalam dalam dunia sepak bola Brasil.

Socrates, yang meninggal pada 4 Desember 2011, dianggap sebagai salah satu pesepakbola terhebat dalam sejarah Brasil, meskipun tidak pernah membawa gelar untuk tim Selecao.

Sosok yang lahir dengan nama Sócrates Brasileiro Sampaio de Souza Vieira de Oliveira, yang lebih dikenal sebagai Sócrates, adalah figur yang tak terlupakan.

Ia tidak hanya mencuri perhatian sebagai pemain sepak bola berbakat, tetapi juga sebagai intelektual dengan pandangan mendalam terhadap dunia dan masyarakat.

Sócrates lahir pada 19 Februari 1954, di Belém, Brasil. Ia adalah seorang gelandang dengan keterampilan luar biasa dalam mengendalikan bola dan menciptakan peluang bagi timnya.

Karier sepak bolanya terutama dihubungkan dengan Corinthians, di mana ia menjadi kapten pada tahun 1982.

Kepemimpinan dan kreativitasnya di lapangan hijau membuatnya menjadi pemain yang sangat dihormati dan dicintai oleh para penggemar.

Sócrates pada saat berseragam Corinthians (Foto: Futbolretro)

Bola dan Demokrasi

Menang atau kalah, tetapi selalu dengan demokrasi! (Foto: Futbolretro)

Sócrates tidak hanya menjadi sorotan karena keterampilan luar biasanya di lapangan hijau, tetapi juga karena pandangannya yang berbeda dalam mengelola tim sepak bola. Ia bukanlah tipe pemain biasa yang hanya tunduk pada otoritas manajer atau pelatih.

Ia menganggap sepak bola sebagai bentuk demokrasi yang unik, di mana setiap anggota tim memiliki hak untuk berbicara dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Saat menjadi kapten klub Corinthians pada awal 1980-an, Socrates mendirikan apa yang dikenal sebagai “Demokrasi Corinthiana”. Konsep ini mengubah cara timnya dikelola.

Keputusan seperti formasi tim, strategi, dan bahkan pemilihan jersey diberikan kepada para pemain. Semua anggota tim memiliki hak suara yang sama, termasuk dalam pemilihan kapten tim.

Socrates percaya bahwa dengan memberi para pemain tanggung jawab yang lebih besar, mereka akan merasa lebih terlibat dan memiliki motivasi yang lebih tinggi.

Ia menganggap bahwa model ini menciptakan atmosfer yang lebih harmonis di tim, dan pemain merasa memiliki peran nyata dalam tim.

Pendekatan demokratis ini juga memberikan ruang bagi para pemain untuk berbicara keluar dan mengemukakan pendapat mereka, bahkan dalam hal yang di luar sepak bola.

Penentang Kediktatoran Militer

Sócrates tidak gentar untuk menentang kediktatoran militer pada saat itu (Foto: Futbolretro)

Brasil pada tahun 1980-an merupakan periode yang diwarnai oleh kediktatoran militer yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan masyarakat.

Pemerintahan militer yang berkuasa pada waktu itu telah meninggalkan bekas yang mendalam dalam sejarah negara tersebut.

Pada masa itu, Brasil diperintah oleh rezim militer yang didominasi oleh penguasaan otoriter dan penindasan terhadap hak-hak sipil.

Kemerdekaan berekspresi menjadi terbatas, dan suara-suara kritis seringkali dipadamkan oleh rezim yang kuat.

Tidak hanya masyarakat umum yang merasakan dampaknya, tetapi juga dunia olahraga, termasuk sepak bola.

Pada tahun 1980-an, sepak bola adalah bagian integral dari kehidupan Brasil. Namun, pemerintahan militer tidak hanya membatasi kebebasan di lapangan hijau, tetapi juga mengendalikan isu-isu di luar sepak bola. Para pemain dan pendukung sepak bola merasa tekanan dari rezim tersebut.

Sócrates membuktikan bahwa seorang atlet bukan hanya memiliki tanggung jawab untuk bermain dengan baik di lapangan, tetapi juga memiliki peran yang signifikan dalam masyarakat.

Dalam dunia sepak bola, ia menggunakan platformnya untuk menyebarkan pesan penting tentang kebebasan, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Pemain-pemain Corinthians menggunakan jersey dengan tulisan politis dan pesan anti-diktator, sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap rezim yang berkuasa.

Warisannya sebagai penentang kediktatoran militer tetap menginspirasi mereka yang ingin melawan ketidakadilan dan memperjuangkan perubahan positif.

Pesepak Bola dengan “Otak Encer”

Dr. Sócrates (Foto: Alfredo Rizzutti/Agência Estado)

Setelah menamatkan karier sepak bolanya, Sócrates memutuskan untuk mengejar studi kedokteran. Ia memperoleh gelar dokter dari Universitas São Paulo dan memilih untuk mengabdikan dirinya dalam dunia medis.

Keputusannya untuk menjadi dokter menunjukkan bahwa Sócrates memiliki minat yang mendalam dalam membantu orang dan merawat kesehatan mereka.

Sócrates tidak hanya menjadi dokter biasa, tetapi juga memiliki fokus khusus pada bidang kedokteran olahraga.

Pengalaman dan pengetahuannya sebagai seorang atlet memberinya wawasan unik dalam merawat cedera dan kondisi yang terkait dengan aktivitas fisik.

Ia tidak hanya merawat pasien secara fisik, tetapi juga memberikan pandangan yang holistik tentang kesehatan dan gaya hidup.

Kehidupan baru Sócrates sebagai dokter tidak hanya merupakan perjalanan individu, tetapi juga memberikan inspirasi bagi banyak orang.

Ia menggambarkan bahwa kehidupan seseorang bisa memiliki banyak babak yang berbeda, dan setiap babak memiliki nilai dan kontribusi yang berarti.

Perubahan arah yang diambil oleh Sócrates juga mengingatkan kita bahwa seorang atlet bisa memiliki kualitas dan minat yang beragam di luar lapangan hijau.

Warisan yang Tetap Hidup

Gerakan “Demokrasi Corinthiana” yang ia dan rekan-rekannya dirikan menjadi bukti bahwa olahraga bisa menjadi alat untuk berbicara tentang isu-isu penting dalam masyarakat.

Pada tanggal 4 Desember 2011, Brasil kehilangan salah satu tokoh penting dalam dunia sepak bola dan masyarakatnya. Sócrates wafat pada usia 57 tahun setelah melawan penyakit yang mengharuskannya menjalani perawatan intensif.

Warisan Sócrates terus hidup melalui pengaruhnya dalam dunia sepak bola dan di luar lapangan. Ia adalah sosok yang memadukan keahlian bermain sepak bola dengan pemikiran yang mendalam.

Pendekatan demokratisnya dalam manajemen tim dan pandangan kritisnya terhadap isu-isu sosial dan politik mengilhami banyak orang untuk lebih dari sekadar mengikuti arus, tetapi juga untuk berani menyuarakan pendapat dan mengambil tindakan positif.

Exit mobile version