Perselingkungan Ada Kaitannya Dengan Kondisi Kesehatan Mental, Bukan Masalah Hati Saja

WartaJatim.co.id, 19 Mei 2023 – Belakangan ini persoalan perselingkuhan sedang menjadi perbincangan hangat di media sosial, terutama setelah terjadi beberapa kasus yang melibatkan publik figur.
Alasan di balik perselingkuhan sangat beragam, tetapi isu mengenai orang ketiga bukanlah hal baru bagi masyarakat. Banyak orang yang merasa trauma atau enggan menikah karena terpapar isu negatif tersebut.
Namun, tahukah Anda bahwa alasan seseorang berselingkuh tidak semata-mata karena ada orang yang lebih menarik atau lebih kaya daripada pasangannya.
Ternyata, ada hubungan yang erat antara kondisi kesehatan otak dan kondisi mental dalam terjadinya perselingkuhan.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Coach Pris, CEO Stress Management Indonesia, yang mengaitkan isu perselingkuhan dengan kondisi mental pada peringatan Hari Kesehatan Mental Dunia.
Menurutnya, terdapat empat alasan berbasis neurosains mengapa seseorang berselingkuh.
1. Euforia cinta yang menggoda
Pasti setidaknya sekali dalam hidup Anda pernah mengalami jatuh cinta dan tergila-gila pada seseorang, bukan? Perasaan itu membawa euforia tersendiri, terutama jika orang yang Anda sukai juga memiliki perasaan yang sama.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh para ahli saraf, setelah 6 bulan hingga 2 tahun, perasaan yang kuat tersebut akan berubah menjadi cinta dan komitmen yang lebih mendalam.
Namun, ada juga yang justru merasakan penurunan intensitas perasaan cinta. Banyak terapis berpendapat bahwa perselingkuhan dapat terjadi karena berkurangnya intensitas cinta dan euforia pada pasangan.
Kurangnya euforia tersebut dapat mendorong seseorang untuk mencari pasangan lain agar intensitas cinta kembali muncul. Tidak jarang seseorang terus mencari euforia cinta baru meskipun sudah menikah.
Baca Juga: Pentingnya Menghargai Perbedaan Pendapat dalam Berumah Tangga
2. Kehilangan kontrol diri
Kontrol diri merupakan mekanisme penyeimbang antara otak limbik dan korteks prefrontal (PFC). Otak limbik memotivasi seseorang untuk mencari kegiatan yang menyenangkan, sementara otak PFC berfungsi untuk berpikir dua kali sebelum terlibat dalam perilaku berisiko, termasuk perselingkuhan.
Ketika keseimbangan antara keduanya terganggu, rendahnya aktivitas PFC dapat menyebabkan seseorang menyerah pada keinginan impulsif tanpa memikirkan konsekuensinya.