Warta Jatim, JAKARTA – PT Unilever Indonesia mengumumkan rencana untuk melepaskan bisnis es krim mereka kepada afiliasi, PT The Magnum Ice Cream Indonesia, dengan nilai transaksi mencapai Rp 7 triliun. Langkah strategis ini diambil sebagai respons terhadap tantangan yang dihadapi perusahaan di pasar Indonesia, di mana mereka mengalami penurunan laba dan pangsa pasar akibat aksi boikot oleh konsumen.
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 13 Januari 2025, Unilever mengungkapkan bahwa berdasarkan penilaian bisnis independen, nilai pasar wajar untuk bisnis es krim mereka adalah sebesar Rp 6,5 triliun. Rencana penjualan ini akan dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 14 Januari 2025, pukul 14.00 WIB di Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta.
Apabila pemegang saham menyetujui rencana penjualan bisnis es krim, perseroan akan membukukan keuntungan atas penjualan bisnis es krimnya kepada pembeli. Keuntungan ini pada akhirnya akan didistribusikan kepada pemegang saham, yang mencerminkan komitmen perseroan untuk memberikan nilai kepada pemegang saham,” tulis pernyataan resmi Unilever.
Setelah proses penjualan selesai, bisnis es krim akan menjadi bagian dari grup es krim yang baru dan tidak akan lagi berada di bawah kendali Grup Unilever. Hal ini berarti bahwa Unilever dan afiliasinya tidak akan memiliki kendali atas operasi bisnis es krim yang telah dijual, dan semua keuntungan atau kerugian yang mungkin timbul dari operasi tersebut akan dibukukan oleh grup es krim yang baru.
Tantangan yang Dihadapi Unilever
Unilever saat ini tengah menghadapi tantangan besar, termasuk aksi boikot oleh masyarakat yang berdampak pada penurunan laba perusahaan. Hingga 30 September 2024, Unilever Indonesia mencatatkan laba sebesar Rp 3,009 triliun, turun signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 4,18 triliun. Penjualan bersih juga mengalami penurunan dari Rp 30,5 triliun pada September 2023 menjadi Rp 27,4 triliun.
Pada Februari lalu, Unilever pertama kali mengungkapkan bahwa pertumbuhan penjualan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, terganggu akibat boikot yang dilakukan oleh konsumen sebagai respons terhadap situasi geopolitik. Pada bulan Oktober, perusahaan melaporkan bahwa pangsa pasarnya di Indonesia menurun menjadi 34,9 persen pada kuartal ketiga, dari 38,5 persen pada tahun sebelumnya. Penurunan ini menunjukkan bahwa konsumen semakin beralih ke merek lokal yang lebih terjangkau.
Dampak Penjualan Bisnis Es Krim
Dengan penjualan bisnis es krim ini, Unilever berharap dapat fokus pada strategi yang lebih efektif untuk meningkatkan kinerja dan pangsa pasar mereka di Indonesia. “Kami percaya bahwa langkah ini akan memungkinkan kami untuk lebih baik dalam memenuhi kebutuhan konsumen dan beradaptasi dengan perubahan pasar,” tambah pernyataan Unilever.
Meskipun bisnis grup yang terdaftar di Jakarta menghasilkan 2,39 miliar dolar AS pada tahun 2023, kontribusinya terhadap penjualan grup hanya mencapai 3,8 persen, dan lingkungan perdagangannya semakin sulit. Unilever, yang memiliki merek-merek besar seperti deodoran Axe, es krim Cornetto, dan bubuk penyedap Royco, telah berjuang untuk meningkatkan pangsa pasar selama hampir satu dekade. Banyak konsumen beralih ke merek lokal yang lebih terjangkau.
Menurut firma riset Kantar, merek Royco, Lifebuoy, dan Sunlight milik Unilever termasuk di antara 10 merek konsumen teratas di Indonesia pada tahun 2020. Namun, selama pandemi COVID-19, Unilever terpaksa menaikkan harga produk untuk mengimbangi kenaikan biaya, yang berdampak pada daya tarik merek mereka di pasar.
Pada tahun 2023, hanya merek Royco yang berhasil bertahan di 10 besar, sementara merek lokal seperti SoKlin, Wings Group, dan Mayora Indah mulai mengambil alih pangsa pasar. Unilever juga menghadapi persaingan ketat dari perusahaan kecantikan halal lokal seperti Wardah, serta pemain baru di industri es krim seperti Aice dan Skintific dari China.
Perbandingan Harga dan Daya Saing
Di pasar daring, produk-produk lokal seperti sabun cair Nuvo dari Wings Group dijual sekitar 20 persen lebih murah dibandingkan sabun cair Lifebuoy milik Unilever, sementara deterjen cair SoKlin juga lebih murah sekitar 7 persen dibandingkan dengan Rinso milik Unilever. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen semakin cerdas dalam memilih produk yang menawarkan nilai lebih baik dengan harga yang lebih terjangkau.
Dengan langkah penjualan bisnis es krim ini, Unilever berharap dapat mengalihkan fokus dan sumber daya mereka untuk memperkuat merek-merek yang masih memiliki potensi pertumbuhan di pasar Indonesia. “Kami berkomitmen untuk terus berinovasi dan memberikan produk berkualitas tinggi kepada konsumen kami,” tutup pernyataan Unilever.
Langkah Unilever untuk menjual bisnis es krimnya kepada PT The Magnum Ice Cream Indonesia mencerminkan upaya perusahaan untuk beradaptasi dengan tantangan yang ada dan memfokuskan kembali strategi bisnisnya. Dengan harapan untuk meningkatkan kinerja dan memberikan nilai lebih kepada pemegang saham, Unilever berusaha untuk tetap relevan di pasar yang semakin kompetitif ini. Keputusan ini juga menunjukkan bahwa perusahaan besar harus terus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan preferensi konsumen untuk tetap bertahan dan berkembang di industri yang dinamis.