Misteri keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji, Tangerang, terus menjadi sorotan publik. Struktur ini pertama kali diketahui pada 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima laporan adanya aktivitas pemagaran di wilayah perairan tersebut. Hingga kini, tujuan dan pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut masih menjadi teka-teki besar.
Keberadaan pagar laut ini telah menimbulkan gelombang protes dari para nelayan setempat, yang merasa hak mereka atas laut terampas. Salah satu tokoh yang vokal, Kholid, dengan tegas menyuarakan kekhawatiran komunitas nelayan. “Saya nelayan, dan saya tidak akan sudi dipimpin oleh korporasi yang hanya mementingkan keuntungan tanpa memikirkan dampaknya pada masyarakat kecil,” tegas Kholid dalam sebuah wawancara.
Ia menambahkan bahwa pagar ini tidak hanya menghalangi aktivitas melaut, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan banyak keluarga di sekitar wilayah tersebut. Para nelayan mendesak pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa laut tetap menjadi milik bersama, bukan diklaim oleh segelintir pihak untuk kepentingan pribadi atau korporasi.
Kasus ini membuka perbincangan luas tentang pengelolaan laut, hak masyarakat pesisir, dan ancaman dominasi korporasi di wilayah yang seharusnya menjadi ruang publik. Hingga kini, publik menunggu tindakan tegas dari pemerintah untuk memberikan kejelasan dan solusi atas polemik yang semakin memanas ini.