Warga Negara Maju Enggan Menikah dan Punya Anak, Mengapa Demikian?

Ilustrasi Keluarga Cemara yang terdiri dari Orangtua, Anak, dan hewan peliharaan.
Ilustrasi Keluarga Cemara yang terdiri dari Orangtua, Anak, dan hewan peliharaan.

Wartajatim.co.id, 03 Juli 2023 – Dalam era modern seperti saat ini, banyak warga negara maju yang tampak enggan untuk menikah dan memiliki anak.

Fenomena ini menarik perhatian banyak orang dan memicu pertanyaan mengapa hal ini terjadi. Apakah ini hanya tren sementara ataukah ada faktor-faktor yang lebih mendalam yang memengaruhi keputusan tersebut?

Artikel ini akan mengulas beberapa alasan yang mungkin menjadi penyebab mengapa warga negara maju cenderung enggan untuk membentuk keluarga.

Perubahan Nilai dan Prioritas

Dalam beberapa dekade terakhir, nilai-nilai dan prioritas di masyarakat warga negara maju telah mengalami perubahan yang signifikan.

Tradisi keluarga yang kuat dan memiliki banyak anak bukan lagi menjadi fokus utama. Sebaliknya, nilai-nilai individualisme, kemandirian, dan pencapaian pribadi menjadi lebih diutamakan.

Dalam lingkungan yang semakin kompetitif, banyak individu yang lebih memilih untuk fokus pada karier mereka dan meraih kesuksesan profesional.

Mereka mungkin merasa bahwa menikah dan memiliki anak akan membatasi kebebasan mereka dan mengurangi kesempatan untuk berkembang dalam karier.

Peningkatan Biaya Hidup

Salah satu faktor penting yang memengaruhi keputusan seseorang untuk menikah dan memiliki anak adalah biaya hidup yang semakin meningkat.

Di negara-negara maju, biaya pendidikan, perumahan, dan perawatan kesehatan yang tinggi menjadi beban finansial yang besar.

Banyak individu yang menyadari bahwa untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga, mereka perlu memiliki sumber daya keuangan yang mencukupi.

Oleh karena itu, beberapa orang memilih untuk menunda atau bahkan tidak memikirkan kehidupan keluarga demi menghindari tekanan finansial yang berat.

Keterbatasan Waktu dan Stres

Gaya hidup modern seringkali ditandai dengan kepadatan waktu dan tingkat stres yang tinggi.

Banyak warga negara maju yang sibuk dengan pekerjaan, komitmen sosial, dan tuntutan lainnya. Kehidupan yang penuh tekanan ini dapat membuat individu merasa sulit untuk mengalokasikan waktu yang cukup untuk pasangan dan anak-anak.

Selain itu, adanya perubahan dalam peran gender juga mempengaruhi dinamika keluarga.

Banyak wanita yang kini memiliki karier yang sukses dan merasa sulit untuk menemukan keseimbangan antara pekerjaan dan peran sebagai ibu.

Hal ini dapat menjadi faktor yang menghambat keinginan untuk menikah dan memiliki anak.

Perubahan Persepsi terhadap Keluarga

Persepsi terhadap keluarga juga telah mengalami perubahan di kalangan warga negara maju.

Beberapa orang mungkin melihat keluarga sebagai beban tambahan yang memerlukan tanggung jawab, pengorbanan, dan komitmen jangka panjang.

Selain itu, beberapa individu mungkin khawatir dengan masalah lingkungan dan dampaknya terhadap masa depan planet.

Mereka berpikir bahwa dengan tidak memiliki anak, mereka dapat mengurangi jejak karbon dan memberikan kontribusi positif dalam menghadapi perubahan iklim.

Contoh Negara Dengan Tingkat Individualisme yang Tinggi

  1. Swedia: Masyarakat Swedia cenderung fokus pada kemandirian, pencapaian pribadi, dan kebebasan individu. Konsep pernikahan di Swedia lebih cenderung dianggap sebagai bentuk komitmen antara dua individu, bukan kewajiban yang harus dipenuhi untuk mengikuti tradisi. Oleh karena itu, pernikahan di Swedia tidak memiliki tekanan sosial yang besar, dan banyak pasangan memilih untuk hidup bersama tanpa menikah secara resmi.
  2. Belanda: Masyarakat Belanda memberikan kebebasan penuh kepada individu dalam memilih bentuk hubungan dan gaya hidup yang mereka inginkan. Pernikahan dianggap sebagai pilihan pribadi, dan tidak ada tekanan sosial yang kuat untuk menikah atau memiliki anak. Masyarakat Belanda lebih fokus pada keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional, serta menekankan pentingnya hak individu untuk menentukan jalannya sendiri.
  3. Jepang: Di Jepang, adanya tekanan sosial dan ekonomi yang tinggi telah menyebabkan banyak individu menunda atau bahkan menghindari pernikahan dan membentuk keluarga. Banyak orang Jepang lebih memilih untuk fokus pada karier dan mencapai kesuksesan profesional, sehingga pernikahan dan kehidupan keluarga menjadi prioritas yang lebih rendah. Selain itu, perubahan peran gender di Jepang juga telah mempengaruhi pandangan dan ekspektasi terhadap pernikahan.
  4. Amerika Serikat: Banyak individu di Amerika Serikat mengutamakan kebebasan dan pencapaian pribadi, serta menempatkan karier sebagai prioritas utama. Pernikahan dianggap sebagai pilihan pribadi yang tidak harus dipenuhi oleh semua orang. Selain itu, tingginya tingkat perceraian dan perubahan sosial telah menyebabkan banyak individu meragukan institusi pernikahan dan memilih untuk hidup sendiri atau dalam hubungan tanpa ikatan pernikahan.

Kesimpulan

Mengapa warga negara maju enggan menikah dan memiliki anak merupakan fenomena yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya.

Perubahan nilai dan prioritas, peningkatan biaya hidup, keterbatasan waktu dan stres, serta perubahan persepsi terhadap keluarga, semuanya berkontribusi terhadap tren ini.

Dalam menghadapi fenomena ini, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa setiap individu memiliki hak untuk memilih jalannya sendiri.

Menikah dan memiliki anak bukanlah satu-satunya bentuk kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup.

Penting bagi kita untuk menghormati pilihan setiap orang dan membangun masyarakat yang inklusif dan mendukung.

Dalam kesimpulannya, perubahan sosial dan nilai-nilai masyarakat telah membawa dampak besar terhadap pandangan dan keputusan individu mengenai pernikahan dan keluarga.

Perubahan ini harus dipahami dengan bijaksana dan diakui sebagai bagian dari perkembangan masyarakat yang terus berubah.

Exit mobile version