banner 970x250
Berita  

Letjen Purn Djaja Suparman Minta Keadilan kepada Jokowi di Tengah Kasus Korupsi

Letjen Purn Djaja Suparman mengirim surat kepada Jokowi meminta keadilan terkait tuduhan korupsi pembebasan lahan untuk jalan tol di Malang.
Letjen Purn Djaja Suparman mengirim surat kepada Jokowi meminta keadilan terkait tuduhan korupsi pembebasan lahan untuk jalan tol di Malang.
banner 120x600
Banner 1
Letjen TNI Purn Djaja Suparman, yang terjerat kasus korupsi pembebasan lahan untuk jalan tol di Malang, pernah mengirim surat kepada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, untuk meminta keadilan. Dalam suratnya, Djaja merasa dituduh melakukan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 17 miliar.

“Saya tidak ada kepentingan lain. Apalagi politik, hanya meminta keadilan. Logikanya begini, dalam sebuah permainan itu ada wasitnya,” ujarnya kepada Tribunjabar.id pada 15 Juli 2022.

Feri Amsari : Jokowi Masuk Nominasi Finalis Tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024

Djaja menegaskan bahwa ia mengirim surat untuk meminta keadilan atas pelanggaran hukum yang dialaminya. Ia berpendapat bahwa negara tidak seharusnya tidak memiliki wasit dalam penegakan hukum. “Presiden itu diberikan kekuasaan tunggal dari rakyat. Hakim agung, ketua KPK disumpah oleh presiden, semua ketua dilantik oleh presiden. Artinya presiden nomor satu dong,” tegasnya.

Djaja juga mengungkapkan bahwa kasusnya yang menggantung sejak tahun 2013 berdampak pada kehidupannya sebagai warga sipil yang sudah pensiun dari dunia militer. “Berarti dari tahun 2013-2022 ini 9 tahun dibiarkan. Nah inilah saya menghargai putusan majelis hakim tapi saya menolak semua isi putusan itu karena menurut saya tidak benar,” ungkapnya.

Kontroversi Vonis Korupsi Timah: Masyarakat Sebarkan Data Pribadi Hakim Eko Aryanto

Kasus Korupsi yang Dihadapi Djaja Suparman

Letjen Djaja Suparman resmi pensiun sebagai Pati TNI AD pada tahun 2006. Setelah pensiun, ia terjerat kasus korupsi terkait pembebasan lahan untuk jalan tol di Malang senilai Rp 17,6 miliar. Pada 26 September 2013, Djaja divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 30 juta oleh Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Ia juga diwajibkan mengembalikan uang pengganti sebesar Rp 13,3 miliar, dengan ancaman hukuman tambahan jika tidak mampu mengembalikannya.

Baca Juga  Megawati Hangestri: Blok Monster ke Idola, Kim Yeon-koung, di Liga Voli Korea

Kasus ini bermula pada tahun 1998 ketika Djaja menerima kompensasi dana dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) atas tukar guling lahan milik Kodam V/Brawijaya. Dari total dana tersebut, sebesar Rp 4,2 miliar digunakan untuk keperluan Kodam, sementara sisanya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Prabowo Desak Aparat Hukum Bersih dari Korupsi, Tanggapi Vonis Ringan Kasus Harvey

Djaja berpendapat bahwa dana dari CMNP tersebut merupakan bantuan natura, bukan ganti rugi atas pelepasan aset Kodam. Ia menggunakan dana tersebut untuk berbagai keperluan, termasuk pengamanan wilayah Jawa Timur dan peningkatan kesejahteraan prajurit.

Meskipun demikian, pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah Agung baru dikeluarkan pada 13 Mei 2022. Djaja kemudian melayangkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi pada 5 Juli 2022, merasa diperlakukan tidak adil. Surat tersebut dijawab oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, yang menyatakan bahwa pihak istana tidak dapat mencampuri proses hukum.

Djaja akhirnya melaksanakan putusan pengadilan pada 13 Oktober 2022 dengan menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Kasus ini mencerminkan kompleksitas penegakan hukum di Indonesia dan tantangan yang dihadapi individu dalam mencari keadilan di tengah sistem yang ada.

Open chat
Halo, ada yang bisa dibantu?