Perhimpunan Pendidik dan Guru (P2G) menanggapi wacana penerapan kembali UN pada tahun 2026. Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, meminta Kemendikdasmen untuk tidak gegabah dalam menghidupkan kembali UN. Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum UN dicanangkan kembali.
Nadiem Hapus Kewajiban Ekstra Pramuka, Digantikan Pilihan Minat Siswa
Pertimbangan Penting Sebelum Menghidupkan Kembali UN
Iman menekankan bahwa asesmen terstandar bagi murid harus memiliki tujuan, fungsi, anggaran pembiayaan, kepesertaan, instrumen, gambaran teknis, dan dampaknya yang jelas. Ia menolak jika UN digunakan sebagai penentu kelulusan siswa, karena hal ini bersifat high-stakes testing yang berisiko bagi murid.
Kriteria asesmen yang harus diperhatikan, menurut Iman, adalah asesmen yang dirancang sesuai dengan tujuan sistem pendidikan, bersifat low-stake (tidak berisiko terhadap capaian akademik murid), dan memberikan informasi komprehensif dari segi input, proses, dan output pembelajaran.
Kritik terhadap UN di Masa Lalu
Iman mengungkapkan bahwa UN pada masa lalu mencampuradukkan fungsi asesmen sumatif bagi murid dan formatif bagi sekolah. Nilai UN juga digunakan sebagai alat seleksi murid untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang dinilai tidak adil dan hanya berorientasi pada aspek kognitif.
Pada era Anies Baswedan dan Muhajir Effendi sebagai Mendikbud, UN tetap diadakan tetapi tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Iman menegaskan bahwa jika UN akan dikembalikan, harus ada kejelasan mengenai tujuan, fungsi, skema, anggaran, kepesertaan, instrumen, teknis implementasi, dan dampaknya.
Rekomendasi P2G
P2G menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan untuk pengendalian mutu dan pencapaian standar nasional, sesuai dengan perintah UU Sisdiknas. Mereka berharap pemerintah menghidupkan kembali lembaga mandiri dan independen yang berwenang melakukan evaluasi dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
P2G merekomendasikan agar Evaluasi Pendidikan Nasional yang akan dilaksanakan bersifat terpadu, low-stakes, tidak berbasis mata pelajaran, dan fokus pada foundational skills, seperti kompetensi literasi dan numerasi.
Iman juga mencatat bahwa meskipun Asesmen Nasional (AN) telah diadakan, banyak kelemahan yang perlu diperbaiki, termasuk metodologi pengambilan sampel yang kurang valid dan reliable, serta konten dan model soal yang dianggap lebih sulit daripada soal PISA dan TIMSS.