Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Komisaris Utama PT Pertamina, terkait dugaan kerugian negara dalam kontrak Liquefied Natural Gas (LNG) milik Pertamina pada periode 2001-2021. Pemeriksaan dilakukan pada Jumat (10/1) untuk mendalami potensi kerugian USD 337 juta atau sekitar Rp2,1 triliun yang terjadi pada tahun 2020.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa KPK juga menyelidiki enam kontrak LNG Pertamina yang diminta oleh Dewan Komisaris untuk ditinjau lebih dalam.
Baca Juga KPK Tegaskan Kesetaraan Hukum Usai Jokowi Masuk Daftar Tokoh Terkorup
Ahok, yang diperiksa selama satu jam, mengungkapkan bahwa kasus ini terjadi sebelum ia menjabat sebagai Komisaris Utama dan baru terungkap saat ia menjabat. “Ini kasus LNG bukan di zaman saya. Kontraknya sudah terjadi sebelumnya, dan ditemukan pada Januari 2020 ketika saya menjabat,” ujar Ahok.
Saat ditanya kemungkinan pemanggilan kembali oleh KPK, Ahok menyerahkan keputusan kepada penyidik dan menyatakan siap membantu penyelidikan.
Kasus ini sebelumnya telah menyeret eks Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, sebagai tersangka. Karen dituduh membuat keputusan sepihak untuk menjalin kontrak dengan sejumlah produsen LNG luar negeri, termasuk Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC dari Amerika Serikat, tanpa kajian mendalam atau persetujuan Dewan Komisaris.
Baca Juga Akhirnya Tahu, Ini Perbedaan SPBU Pertamina Warna Merah, Biru, dan Hijau
Akibat kebijakan tersebut, LNG yang dikontrak tidak pernah masuk wilayah Indonesia dan harus dijual dengan harga rugi di pasar internasional, menimbulkan kerugian negara hingga Rp2,1 triliun.
Karen Agustiawan telah divonis 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Meski demikian, KPK masih terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.