WartaJatim.co.id, 15 Agustus 2023 – Sengketa tanah di Dago Elos, Bandung, memasuki babak baru setelah putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang dikeluarkan tahun ini menguntungkan keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha. Meski demikian, warga Elos enggan menyerah dan bersatu untuk mempertahankan tanah yang mereka tempati.
Suara dentuman gas air mata memecah keheningan malam di Dago Elos, Bandung. Kawasan yang semula dikenal sebagai kampung yang damai dan penuh senyum kini menjadi medan pertempuran antara warga dan kekuatan yang ingin menggusur mereka dari tanah tempat mereka tumbuh dan berjuang.
Kisah konflik ini memuncak setelah Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) nomor 109/PK/Pdt/2022 yang memihak kepada keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Tanah yang selama ini menjadi sumber kehidupan warga Elos dinyatakan sebagai hak milik pihak-pihak tersebut. Lebih dari 300 warga dianggap melanggar hukum, dan sebuah ultimatum kejam dikeluarkan: meninggalkan tanah kelahiran atau dihadapkan pada brutalitas alat berat dan aparat negara.
“Melalui putusan ini, para tergugat diwajibkan mengosongkan dan membongkar bangunan yang berdiri di atasnya serta menyerahkan tanah kepada PT Dago Inti Graha, bahkan melalui upaya paksa dengan bantuan alat keamanan negara,” demikian isi putusan tersebut.
Walaupun dihadapkan dengan ancaman penggusuran dan tindakan paksa, warga Elos menunjukkan tekad untuk melawan. Mereka enggan meruntuhkan rumah dan menyerahkan tanah kepada PT Dago Inti Graha tanpa syarat. Sebaliknya, mereka memilih untuk menjaga kampung dan mencari celah hukum yang masih dapat ditempuh.
Kericuhan akhirnya pecah di kawasan Dago Elos ketika polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan aksi blokade dan pembakaran ban di jalan raya Ir H Djuanda, dari Terminal Dago hingga SPBU Dago Atas.
Kericuhan tersebut terjadi sekitar pukul 23.00 setelah polisi merangsek untuk membubarkan aksi blokir di sepanjang jalan tersebut. Di tengah situasi tersebut, terdengar teriakan “Dago Melawan, tak bisa dikalahkan!” dari warga yang bersatu melawan penggusuran. “Lawan sabubukna!” sahut warga lain yang berpartisipasi dalam aksi.
Tidak ada titik akhir bagi perjuangan warga Dago Elos. Mereka mengadakan festival kampung kota, berkumpul dalam berbagai bentuk solidaritas, dan menunjukkan bahwa tanah ini adalah lebih dari sekadar hak milik hukum. Ini adalah tanah tempat mereka berakar dan berharap, tempat kenangan dan impian mereka tertanam dalam setiap jengkalnya.
Bukan hanya warga sendiri yang berdiri bersama, tetapi juga kawan-kawan seniman dan musisi yang menambahkan kekuatan pada pertarungan ini. Musik menjadi corong perlawanan, menggema di jalanan dan membangkitkan semangat yang begitu dalam dalam hati setiap individu yang hadir.
Kini, Dago Elos bukan hanya sekadar nama kampung. Ia adalah simbol perlawanan, tempat di mana mereka menolak untuk menjadi korban penggusuran yang tanpa belas kasihan.
Meskipun kericuhan menghiasi malam, semangat juang warga tak pernah padam. Pertarungan hidup dan mati melawan penggusuran masih terus berlanjut, dan Dago Elos siap memberikan perlawanan terakhir mereka demi tanah yang mereka cintai.