MK Hapus Presidential Threshold 20%: Puguh Wiji Pamungkas Soroti Kebangkitan Demokrasi

Mahkamah Konstitusi hapus presidential threshold 20%. Puguh Wiji Pamungkas sebut ini angin segar bagi demokrasi Indonesia.

Mahkamah Konstitusi hapus presidential threshold 20%. Puguh Wiji Pamungkas sebut ini angin segar bagi demokrasi Indonesia.
Mahkamah Konstitusi hapus presidential threshold 20%. Puguh Wiji Pamungkas sebut ini angin segar bagi demokrasi Indonesia.
Banner 2

Surabaya – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ketentuan presidential threshold (PT) 20% melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023. Keputusan ini disambut baik oleh Puguh Wiji Pamungkas, Presiden Nusantara Gilang Gemilang (NGG), yang menyebutkan bahwa ini menjadi bagian dari kabar gembira bagi demokrasi di Indonesia.

Dalam keterangannya, Puguh menyampaikan bahwa pasca reformasi 1998, di mana semangat demokrasi dijunjung tinggi, keputusan MK ini seolah menjadi jawaban atas situasi demokrasi yang terjadi di Indonesia selama 15 tahun terakhir.

Baca Juga Ketimpangan Pendidikan di Malang Raya, Puguh Wiji Pamungkas: Dana Besar, Kualitas Masih Jadi Pertanyaan

“Semangat reformasi yang dicetuskan pada momentum 1998 sempat berada di jurang pesimisme karena aturan ambang batas 20% seolah menjadi jerat bagi kebebasan putra dan putri terbaik bangsa untuk berkontribusi membangun negeri,” tegas Puguh.

Ia menambahkan, “Presidential threshold 20% tidak bisa dipungkiri menyebabkan potret demokrasi di bangsa ini seolah menjadi klise buram, karena kandidat dan pemimpin bangsa yang naik ke panggung pengelolaan negara hanya dari golongan-golongan tertentu.”

Dengan dihapusnya PT 20% oleh MK, Puguh optimis bahwa ini akan menjadi angin segar bagi demokrasi, karena semua anak terbaik bangsa bisa tampil dan mempresentasikan gagasannya dalam membangun bangsa.

Baca Juga Presiden NGG Puguh Wiji Pamungkas Lantik Kepengurusan NGG Jawa Timur 2024, Berikut Nama-Namanya

Sebelumnya, MK membacakan putusan yang membatalkan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam keputusan tersebut, MK menyatakan bahwa norma yang mengatur ambang batas pencalonan presiden bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1).

Baca Juga  Jawa Timur Krisis Dokter Spesialis, DPRD Minta Pemprov Segera Atur Pemerataan

Keputusan ini diharapkan dapat membuka peluang lebih luas bagi calon presiden dari berbagai latar belakang untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum mendatang, sehingga memperkuat demokrasi di Indonesia.