Pembekuan BEM FISIP Unair yang sempat dilakukan Dekanat Universitas Airlangga juga dikomentari Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi PKS Puguh Wiji Pamungkas. Menurutnya pihak kampus terlalu reaktif atas kebebasn pendapat yang dikeluarkan mahasiswa.
Seperti telah diketahui bersama, pembekuan ini merupakan buntut dari karangan bunga ucapan selamat atas terpilihnya Probowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang bernada satire.
Ketua BEM FISIP Unair Tuffahati Ullayah Bachtiar akhirnya sempat dipanggil Ketua Komisi Etik Fakultas dan kemudian mendapatkan surat bertandatangan Dekan FISIP Unair Prof Bagong Suyanto yang menyatakan bahwa organisasinya dibekukan.
Setelah mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, Bagong akhirnya mencabut pembekuan sementara BEM FISIP Unair itu.
“Menyikapi pembekuan BEM Fisip Unair yang dilakukan oleh Dekanat beberapa waktu yang lalu merespon sebuah karangan bunga yang dibuat oleh teman-teman BEM FISIP Unair saya pikir ini tidak perlu dilakukan secara reaksioner seperti itu,. Terlalu reaktif,” ujar Puguh.
Menurutnya, jika berbicara tentang mewujudkan iklim demokrasi dan mewujudkan indeks demokrasi yang positif di Indonesia, ini bagian dari harapan bersama saat reformasi 26 tahun lalu, bahwa kebebasan dan kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat kritik dan saran di ruang publik itu menjadi salah satu yang diimpikan bersama.
Pembatasan ekspresi berpendapat semacam ini, menurutnya sama saja dengan mencederai demokrasi yang hari ini indeks demokrasi di Indonesia semakin melemah.
Baca Juga: Puguh Wiji Pamungkas Perkuat Sinergi Bela Rakyat di DPRD Kabupaten Malang
Pria kelahiran 1984 ini berharap semua elemen masyarakat, khususnya pihak kampus bersama-sama menjaga dan menguatkan demokrasi di Indonesia dengan cara memberikan ruang ruang aspirasi agar terus mendorong terciptanya partisipasi aktif dalam mewujudkan demokrasi yang positif di Indonesia.
“Saya pikir, ini bisa diselesaikan di ruang diskusi, ruang mediasi antara dekanat dengan teman-teman BEM. Sehingga terjadi win-win solution dari kedua belah pihak.
Meski demikian, pria yang kini bertugas di Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur ini juga mendorong mahasiswa untuk lebih banyak memproduksi konten-konten sesuai dengan norma-norma sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia, sesuai dengan adat ketimuran yang mengedepankan keluhuran karakteristik bangsa dalam menyampaikan berbagai macam pendapat.
“Jadi, satu sisi kita tidak perlu memberangus kebebasan berpendapat dalam berdemokrasi, tetapi dalam satu sisi kita juga tetap mengedepankan moral dan etika serta nilai-nilai luhur budaya bangsa,” katanya.