Kota Malang, 31 Desember 2023 – Kejadian tragis terjadi di Kota Malang, di mana seorang suami melakukan pembunuhan dan mutilasi terhadap istrinya. Kasus ini telah menggegerkan warga Jalan Serayu, Kelurahan Bunulrejo, Kecamatan Blimbing. Berikut adalah lima fakta terkait kasus suami mutilasi istri di Malang:
Baca Juga Tragedi Mutilasi 9 Guncang Serayu di Malang : Netizen Heboh
1. Pembunuhan dan Mutilasi Terbongkar Setelah Penyerahan Diri
Kasus ini terbongkar setelah suami, berinisial JM (61), menyerahkan diri ke Polsek Blimbing pada Minggu (31/12/2023) pagi sekitar pukul 08.00 WIB. Kasatreskrim Polresta Malang Kota, Kompol Danang Yudanto, menjelaskan, “Pelaku menyerahkan diri ke Polsek Blimbing sekitar pukul 08.00 WIB dan mengakui perbuatannya (membunuh dan memutilasi istrinya).”
Baca Juga Motif Pelaku Mutilasi di Jalan Serayu Malang dan Pasal yang Berlaku: Detil dan Kesaksian Narasumber
2. Mutilasi Tubuh Menjadi 10 Bagian
Setelah memukul dan mencekik leher korban hingga tewas, JM memotong tubuh istrinya menjadi 10 bagian menggunakan pisau besar dan kecil. Potongan tubuh tersebut ditemukan di sebuah ember di halaman rumah tersangka. Danang menambahkan, “Potongan tubuh korban ditemukan di sebuah ember di halaman rumah tersangka.”
3. Motif Mutilasi: Pertengkaran dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Motif pembunuhan dan mutilasi diduga berkaitan dengan pertengkaran dalam rumah tangga. Sang istri, Ni Made Sutarini (55), kembali ke rumah setelah hampir satu tahun kabur, memicu pertengkaran. “Motif permasalahan rumah tangga. Sempat terjadi cekcok,” tegas Danang.
4. Keseharian Tersangka dan Korban
JM, yang merupakan pensiunan PLN, terlibat dalam konflik rumah tangga yang sering melibatkan kekerasan. Korban meninggalkan rumah sejak Januari 2023. Endang Lestari, Ketua RW setempat, menyatakan, “Pak JM (tersangka) pensiunan PLN, kalau istrinya ibu rumah tangga.”
5. Teriakan Minta Tolong Tidak Diindahkan
Teriakan pada malam kejadian didengar oleh tetangga, namun tidak ada yang berani mendekat karena keluarga JM dan MD dikenal sebagai keluarga anti sosial. “Teriak-teriak minta tolong gak ada yang berani,” kata Endang, Ketua RW setempat.
“Dia (pelaku) ini pensiunan PLN. Kesehariannya anti sosial. Kayak ada orang mati gak pernah nyelawat. Kalau ada kegiatan kampung gak pernah mau keluar,” ucapnya.