WARTAJATIM.co.id, 10 Juni 2023 – Aliansi BEM Malang Raya mengungkapkan bahwa Pemerintah Kota Malang tidak berhasil memperhatikan kebutuhan rakyat, terutama para pedagang kaki lima (PKL) di Kota Malang.
Dalam pernyataan resmi tertulis, mereka menyatakan bahwa Wali Kota Malang, Sutiaji, hanya diam dan tidak mengambil sikap tegas terhadap beberapa masalah yang dihadapi oleh PKL, salah satunya PKL di daerah Tidar, Kelurahan Karang Besuki, Kecamatan Sukun.
Koordinator BEM Malang Raya, Abi Naga Prawansa, menjelaskan bahwa pada pertengahan tahun 2023, paguyuban PKL Tidar di Kota Malang mengeluh karena tempat yang telah menjadi sumber penghidupan mereka selama puluhan tahun dirobohkan secara paksa oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas Provinsi Jawa Timur.
Berdasarkan hasil advokasi yang dilakukan oleh Aliansi BEM Malang Raya pada tanggal 1 Juni 2023, tercatat bahwa ada sebanyak 17 PKL yang akan mengalami penggusuran. Para pedagang ini menjual berbagai barang dan jasa, seperti makanan berat, warung kopi, tambal ban, sayur-sayuran, dan lain-lain. Tempat PKL Tidar ini terletak di sepanjang sungai pembuangan yang sering disebut sebagai Kali Wangan, yang mana sungai tersebut tidak memiliki air mengalir alias sudah mati.
“Pedagang di Tidar telah menerima Surat Peringatan ke-3 dari Dirjen SDA BBWS Brantas dengan nomor surat PW0301-Am/704 yang menyatakan bahwa lokasi tersebut berada di sepadan Afour Tidar Kelurahan Karangbesuki, Kecamatan Sukun,” ujarnya.
Aliansi BEM Malang Raya bersama Paguyuban PKL Tidar Kota Malang mendesak semua aparat pemerintah, termasuk Wali Kota, Dinas PU SDA Provinsi Jatim, Polresta Malang Kota, Perum Jasa Tirta I, dan Satpol PP Provinsi Jatim, untuk segera membatalkan rencana pembongkaran yang dijadwalkan pada tanggal 14 Juni 2023.
“Seperti yang tertulis dalam surat BBWS Brantas Jawa Timur, harapan kami adalah agar Pemerintah Kota Malang dan lembaga terkait dapat lebih objektif dan komprehensif dalam mengeluarkan kebijakan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan, baik itu para PKL Tidar, pemerintah, masyarakat sipil, maupun ekosistem lingkungan,” tegasnya pada Sabtu (10/6/2023).
Menurut pendapat Abi, PKL merupakan salah satu elemen penting dalam perekonomian. Banyak masyarakat memilih menjadi PKL sebagai pilihan pekerjaan karena modal yang terbatas atau ketidaktersediaan pekerjaan tetap.
“Mereka menjual berbagai macam barang, seperti makanan dan minuman, pakaian, aksesori, alat-alat elektronik, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Pada dasarnya, keberadaan PKL mencerminkan keterbatasan lapangan kerja formal di Indonesia,” jelasnya.
Banyak masyarakat yang memilih menjadi PKL sebagai alternatif mata pencaharian karena keterbatasan peluang bekerja di sektor formal.
PKL, sebagai bagian dari sektor informal, sering menghadapi penggusuran dan dianggap sebagai masalah. Namun, berdasarkan penelitian, PKL merupakan sektor dengan jumlah penyerapan tenaga kerja terbesar yang tidak tergantung pada dukungan pemerintah.
“Namun, mereka seringkali diperlakukan dengan tidak adil dibandingkan dengan sektor lainnya,” ungkapnya.
Salah satu pedagang PKL Tidar, Edi, meminta keadilan dari Pemerintah Kota Malang. Dia tidak ingin tempat yang telah ia tempati selama 30 tahun digusur.
“Saya meminta keadilan terkait lahan yang memiliki masalah di belakang ini, kami tidak ingin digusur. Kami siap untuk melakukan penataan yang baik,” katanya.
Edi mengakui bahwa berdagang adalah satu-satunya mata pencaharian baginya dan para pedagang lainnya. Jika ada penggusuran, mata pencaharian mereka akan terganggu.
“Sangat menyedihkan bahwa setelah kita melawan dampak buruk pandemi, kita harus menghadapi ketidakpedulian ini. Kami berharap Pemerintah Kota Malang dapat membantu kami, pedagang kecil, untuk mencari nafkah,” harapnya.
Edi menyatakan bahwa mereka telah mengirimkan tiga surat kepada Wali Kota Malang, namun hingga saat ini belum mendapatkan respons dari Pemerintah Kota Malang.