Ancaman Melawan Kotak Kosong, Pilkada Kabupaten Malang : Berkah vs Bencana

Opini – Gelaran Pilkada Kabupaten Malang sudah makin mendekat. Pembukaan pendaftaran pasangan calon bupati dan wakil bupati tinggal menghitung hari. Jika kita amati, mengapa suhu politik Kabupaten Malang terkesan adem ayem saja padahal masa pendaftaran sudah makin dekat? Tampak belum ada partai politik yang secara tegas telah merekomendasikan pasangan calon.

Dalam mekanisme pemilihan Pilkada Kabupaten Malang sesuai dengan Peraturan KPU RI No. 3 Tahun 2017, calon bupati (cabup) dan calon wakil bupati (cawabup) dapat mendaftarkan dirinya ke KPUD dengan syarat minimal harus memenuhi ambang batas total minimal 10% kursi anggota DPRD. Sehingga, dipersyaratkan minimal diperlukan 10 kursi untuk pasangan calon agar bisa mendaftarkan diri sebagai cabup dan cawabup.

Komposisi perolehan kursi di Kabupaten Malang adalah sebagai berikut:

  • Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P): 13 kursi
  • Partai Kebangkitan Bangsa (PKB): 11 kursi
  • Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra): 8 kursi
  • Partai Golongan Karya (Golkar): 8 kursi
  • Partai Nasdem: 6 kursi
  • Partai Keadilan Sejahtera (PKS): 2 kursi
  • Partai Hanura: 1 kursi
  • Partai Demokrat: 1 kursi

Dari komposisi tersebut, hanya ada 2 partai yang dapat mengusung calon sendiri tanpa koalisi, yaitu PDI-P dan PKB. Untuk partai lainnya, harus melakukan koalisi. Golkar dan Gerindra dapat berkoalisi dengan minimal PKS atau Hanura.

Sampai saat ini, sudah ada beberapa calon yang mendeklarasikan diri untuk maju dalam kontestasi Pilkada Kabupaten Malang. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya papan nama, baliho, dan pernyataan langsung di beberapa media cetak dan elektronik, seperti incumbent Abah Sanusi, Politisi PDIP Abah Gunawan, Ibu Latifah (mantan anggota DPR RI), Unggul Nugroho (anggota DPRD), dan Pak Tito (pengurus Golkar). Ada pertanyaan besar yang sampai sekarang masih belum bisa dibaca oleh khalayak yaitu kendaraan atau partai mana saja yang akan menjadi kendaraan mereka. Karena sampai saat ini belum ada satu partai pun yang mengeluarkan rekomendasi yang sudah dipublikasikan, sehingga publik perlu bertanya sejauh mana keseriusan para bakal calon serta keseriusan partai-partai dalam menyukseskan gelaran Pilkada ini.

Yang baru tampak jelas adalah gerakan dari petahana Abah Sanusi yang sudah mendapatkan surat tugas dari PDI-P dan adanya sinyalemen bahwa ia akan menggandeng kader PKB, yaitu Ibu Latifah, sebagai cawabup. Sehingga sangat besar kemungkinan akan terbentuk poros PDI-P – PKB. Dengan gerakan yang sangat massif dan lincah, tim Abah Sanusi juga melakukan maneuver ke semua partai politik untuk menjadikannya satu gerbong. Sedangkan calon lainnya masih belum tampak jelas partai-partai pendukungnya. Sehingga, sinyalemen kemungkinan munculnya calon tunggal adalah sebuah keniscayaan di kala partai-partai politik dengan pragmatisme-nya berkoalisi menjadi satu gerbong. Indikasi ini kian tampak menguat dengan mulai merapatnya beberapa partai menengah ke kubu Abah Sanusi.

Berkah vs Bencana

Jika memang akan terjadi hanya 1 calon dan melawan kotak kosong, maka ada beberapa analisa yang menjadi perhatian kita sebagai warga Kabupaten Malang:

Kurangnya Orang yang Kompetitif

Hal ini sangat menohok kita sebagai warga Kabupaten Malang. Di antara hampir 3 juta warganya, hanya 1 pasangan saja yang mempunyai kualifikasi untuk dapat berkompetisi dalam perhelatan Pilkada. Sehingga, warga Kabupaten Malang menjadi tidak banyak pilihan dalam konstelasi Pilkada tahun ini.

Pragmatisme Partai Politik

Kotak kosong juga mengindikasikan kuatnya pragmatisme partai politik. Keengganan untuk bekerja keras mewujudkan persaingan dalam Pilkada mengindikasikan bahwa partai-partai politik telah mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan idealisme partai sebagai entitas yang seharusnya menciptakan tangan-tangan tidak tampak dalam kompetisi demokrasi.

Biaya Politik Mahal

Mungkin ini juga sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk berkompetisi dalam Pilkada dibutuhkan biaya yang sangat besar. Sebagai imbas dari maraknya politik uang yang sudah mengakar, orang-orang yang mempunyai kapasitas kepemimpinan tetapi tidak mempunyai cukup dukungan finansial akan otomatis mengubur impiannya. Belum lagi pragmatisme partai politik sebagai penyedia kendaraan untuk memperoleh tiket pencalonan menjadi batu sandungan tersendiri.

Gagalnya Partai Mencetak Kader Pemimpin

Minimnya calon juga menunjukkan gagalnya partai politik dalam menyiapkan calon pemimpin. Dari beberapa partai besar dan menengah, minim sekali calon yang dapat disajikan sebagai salah satu alternatif pilihan warga Kabupaten Malang. Ini menjadi koreksi sekaligus introspeksi bagi partai politik di Kabupaten Malang.

Indikasi Bohir Berkuasa

Ini mungkin menjadi desas-desus yang tidak nyaman. Tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa hampir selalu ada sponsor atau biasa disebut BOHIR dalam kontestasi Pilkada Kabupaten Malang. Mereka mensupport salah satu calon dengan pendanaan yang tidak sedikit dan tentunya dengan imbalan transaksional. Kedepannya, menjadikan calon terpilih sangat diragukan independensinya dan keberpihakannya untuk warga Kabupaten Malang. Dengan calon tunggal, tentunya biaya politik menjadi jauh lebih murah karena era kampanye yang biasanya membutuhkan upaya dan dana yang besar bisa menjadi sangat berkurang.

Dampaknya

Tidak Ada Pilihan Calon

Sehingga tidak ada adu gagasan, ide, atau strategi yang dapat kita nilai. Hanya dengan kompetisi ini kita dapat menilai kapasitas seorang calon. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa filosofi dasar demokrasi adalah menciptakan adanya persaingan atau kompetisi sehingga akan tampak dan dapat diuji kemampuan para calon dan juga termasuk partai-partai pengusungnya. Ide, gagasan, dan strategi mereka terkait dengan tata kelola pemerintahan, pembangunan infrastruktur, dan pembangunan sosial kemasyarakatan yang menyeluruh dapat disampaikan ke publik. Sehingga publik mendapatkan pencerahan dan dapat menilai secara rasional calon yang akan didukung.

Tidak Ada Cek & Balance

Calon tunggal yang melenggang dengan didukung oleh mayoritas besar partai politik akan menjadikan minim sekali adanya cek & balance atas semua kebijakan yang dilakukan oleh pasangan terpilih. Audiensi ataupun hearing hanya akan menjadi kegiatan formalitas saja. Pada akhirnya, majelis yang mulia DPRD akan menjadi tukang stempel dan lembaga hore. Segala keriuhan usulan, pengawasan, dan penilaian cukup diselesaikan di bawah meja.

Masyarakat Kabupaten Malang Akan Sangat Rugi

Dengan biaya Pilkada yang besar tetapi tidak menghasilkan kepemimpinan yang teruji dengan kompetisi.

Masih ada waktu untuk membenahi sekaligus menghadirkan kompetisi pemilihan kepala daerah Kabupaten Malang hingga pendaftaran ditutup. Tentunya masih ada celah dan kesempatan kita mendorong agar partai-partai politik mengurangi ego pragmatisme-nya sehingga dapat mendorong adanya banyak pasangan calon dalam Pilkada Kabupaten Malang 2024 ini.

Dwi Henry Setiawan
Pengamat Politik