Kekerasan berbasis gender tidak hanya terjadi dalam dunia nyata, namun telah merambah ke dunia maya, khususnya media sosial. Kekerasan berbasis gender di media sosial merupakan bentuk dari kekerasan yang terjadi antara pelaku dan korban di ranah jejaring sosial atau teknologi digital yang didasarkan atas relasi gender. Perempuan dominan menjadi korban, oleh karena itu penting bagi wanita memahami kondisi apa dan bagaimana tentang kekerasan tersebut. Tujuan perempuan perlu memahami tentang kekerasan berbasis gender agar perempuan tidak mudah menjadi korban kekerasan tersebut melalui media sosial khususnya perempuan yang bekerja di negeri jiran jadi korban. Lagi pun terkait kekerasan pada perempuan telah memiliki Undang-Undang, yakni UU No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Kekerasan berbasis gender di media online dapat mencakup komentar seksual yang tidak diinginkan, unggahan media seksual non-konsensual, ancaman, doxing, cyberstalking dan pelecehan, dan meme serta unggahan diskriminatif berbasis gender. Kekerasan berbsis gender daring berasal dari luring, tetapi dilestarikan melalui sarana elektronik. Saat ini banyak individu sadar tidak sadar, sengaja atau tak sengaja pernah melakukan kekerasan lisan kepada orang lain, seperti mengejek dengan kalimat “kulitmu hitam banget, gendut banget sih, ga cocok pake baju bermerek, ga level kamu gabung ama kita, kerjaanmu sering tidak beres”, dan lain sebagainya dilontarkan melalui media sosial.
baca juga: Komunitas Ibu Profesional Sukses Selenggarakan Konferensi Perempuan Indonesia 2023
Berangkat dari fenomena di atas maka, melalui kegiatan Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Kerja sama Luar Negeri (KLN) pada Minggu 28 Januari 2024, tim Pengmas dosen Fikom UMB yang diketuai Dr. Nurhayani Saragih berkesempatan melaksanakan penyuluhan tentang kekerasan berbasis gender di media online kepada sejumlah 30 perempuan dan 30 pria pekerja Migran Indonesia di Sungai Ara, Bayan Lepas, Pulau Penang, Malaysia.
Kegiatan diikuti para pekerja Migran Indonesia yang berafiliasi dengan komunitas PERMAI (Pertumbuhan Masyarakat Indonesia) di Pulau Penang dengan antusias di sela waktu libur kerja mereka. Diawali dengan pemaparan apa dan bagaimana kekerasan berbasis gender utamanya pada perempuan sering terjadi, bagaimana cara menyikapi bila diri sendiri dan teman lainnya menjadi korban kekerasan di media sosial. Materi dipaparkan perwakilan tim yaitu oleh Dr. Santa Lorita, M.Si. “Kegiatan Pengmas ini dilaksanakan sebagai wujud peduli negeri dan Tridharma Dosen Fikom Mercu Buana pada pekerja migran melalui sosialisasi tentang pentingnya memahami kekerasan berbasis gender di dunia maya.” ujar Santa dalam sesi pemaparan materi tersebut. Kemudian acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, dimana seorang audiens membagi pengalamannya bahwa mereka pekerja perempuan merasa pernah mengalami kekerasan lisan melalui WhatsApp seperti dipanggil dengan panggilan “Indon” oleh bosnya.
Lewat interaksi dialog antara pemateri dan audiens diharapkan para pekerja tersebut dapat meningkat wawasan dan pengetahuannya mengenai pentingnya tidak melakukan kekerasan melalui media sosial seperti mencaci, intimidasi, menghina orang lain yang dapat membuat korbaan kekerasan tersebut sakit hati bahkan bisa menimbulkan jiwa sesorang menjadi depresi, terlebih kondisi mereka merantau di negeri jiran jauh dari keluarga dan kerabatnya.